BELAJAR TIDAK TERLALU KHAWATIR
Aku
tumbuh di keluarga yang taat norma agama dan norma sosial. Mungkin karena Bapak
adalah seorang guru sehingga kami benar-benar dididik dalam nilai-nilai yang
baik. Mungkin juga karena aku tumbuh di lingkungan keluarga Jawa yang sangat
menjunjung tinggi penghormatan terhadap orang lain, adab dan juga sopan santun.
Orangtuaku
adalah orangtua yang sangat taat aturan. Hidupnya lurus dan tak pernah
menyimpang. Hidup kami begitu tenang meskipun tak punya hal mewah. Aku tak
pernah merasa khawatir. Begitulah yang aku lihat dan rasakan setiap hari selama
aku diasuh orangtua.
Ketika
aku menikah dan belajar hidup mandiri aku menemukan bahwa ternyata hidup tak
selurus seperti yang orangtuaku jalani. Ada
banyak hal yang sering membuatku khawatir berlebihan. Mungkin karena aku sudah
hidup mandiri dan menjadi orang tua. Mungkin juga karena jaman sudah berubah.
Atau karena aku tinggal di kota bukan di kampung seperti saat aku masih bersama
orang tua.
Hal
yang sering aku khawatirkan misalnya: ketika suami terlambat pulang. Aku takut
ada apa-apa di jalan. Aku takut tiba-tiba ada polisi ke rumah memberitahu suami
kenapa-kenapa di jalan. Padahal suami
telat karena sedang lembur. Dulu kami mana punya telepon? Jadi tidak bisa
memberitahu kalau terlambat pulang.
Contoh
yang kedua, saat kami dulu sedang sama sekali tak punya uang dan listrik belum
dibayar. Aku sungguh takut kalau tiba-tiba listrik di matikan atau dicabut oleh
PLN terus kami gelap-gelapan. Sampai tidak bisa tidur aku memikirkan belum
bayar listrik. Padahal ternyata kalau sudah dua bulan tidak bayar listrik baru
ada pemberitahuan listrik akan diputus, bukan tiba-tiba diputus begitu saja. Dan
masih banyak kekhawatiran lainnya yang pernah kukhawatirkan.
Aku
sekarang belajar mengelola rasa khawatirku dengan lebih baik. Aku jadi tak
terlalu kawatir akan hal-hal kecil. Aku sudah tahu suamiku baik-baik saja
sehingga aku tidak khawatir lagi tentang hal itu. Aku juga belajar bahwa ada
banyak hal yang aku khawatirkan ternyata tak pernah terjadi. Aku jadi berpikir simple sekarang. Berpikir bahwa kita sudah
berusaha semaksimal mungkin. Kalau sudah serahkan semuanya ke Tuhan. Hasilnya
biasanya tak mengecewakan. Tak semenakutkan yang aku pikirkan.
Belajar
mengatasi kekhawatiran itu ternyata penting. Sangat penting. Dan aku sekarang
tenang-tenang aja meskipun punya utang tulisan ke AISEI… eeh.
#150katabercerita
#tanggalgenapAISEIbercerita
#AISEIWritingChallenge
#warisanAISEI
#pendidikbercerita
#Dec26AISEIWritingChallenge
Kelola khawatir dengan lebih baik. Akur!
BalasHapusSiap Pak D, masih belajar ini, semoga bisa aamiin
HapusKhawatir itu manusiawi Bu Halimah, tetapi khawatir yg berlebihan, was2 itu bisa saja karena pengaruh bisikan syetan. Hanya karena mengingat Allah hati akan menjadi tenang. Serahkan semuanya kepada Allah Subhanahu wata'ala
BalasHapusIya betul sekali Kang Mul, kadang kalau udah khawatir suka ga pakai logika. Padahal apalah kita ini ya tanpa Allah. Dan Allah adalah sebaik-baiknya perencana... Terima kasih Kang...
Hapus