SUAMIKU



“Betapa orang sering tidak menyadari karunia yang dimilikinya”

          Laki-laki yang aku panggil Ayah ini menurutku adalah seorang laki-laki biasa yang cukup bertanggungjawab pada keluarga. Namun, aku sering mengeluhkan  dirinya. Aku mengeluhkannya sebagai orang yang tidak romantis. Aku juga mengeluhkannya sebagai suami yang tidak   perhatian sama sekali pada istrinya ini.

        Betapa tidak, setiap kali aku berulang tahun tidak pernah ada kejutan sedikitpun untukku. Apalagi hadiah, hmm sudah pasti tidak ada. Padahal setiap aku mau berulang tahun, aku sudah centil mengingatkannya dan tentu saja memberi kode keras bahwa istrinya ini minta kado. Tapi, ketika hari H ulang tahunku ia hanya mengecup pipiku sekilas dan bilang: “Selamat ulang tahun istriku…”. Atau kadang lupa tidak mengucapkan langsung tapi ia posting di medsos mengucapkan selamat ulang tahun. Kemudian aku yang harus menjawab semua ucapan teman-teman dan keluarga untukku, sementara ia cuek tak menghiraukan akunnya yang bolak-balik memberikan notifikasi ucapan selamat. "Huuh nambahin kerjaan aja ni harus balas satu-satu ucapan selamat ulang tahun untukku" Begitu keluhku.

          Aku sebenarnya hanya berharap ia sesekali memberiku kado. Seperti teman-temanku diberi kejutan ulang tahun dengan kue, dinner romantis, setangkai bunga,atau sebatang coklat. Tapi ya begitulah, tak pernah ada kado untukku sekalipun selama ini. Kalau aku bertanya: “Mana kado untuk Ibu, Yah?” Jawabannya: “Ibu beli sendiri aja ya, kan uangnya udah di Ibu semua” hmmmm. Padahal kalau kado hanya coklat kecilpun tak mengapa, aku akan senang sekali. Tapi kenyataannya tak ada. Aku jadi lelah berharap padanya dalam hal ini hehe.

         Hal lain yang membuatku mengganggapnya tak acuh adalah setiap aku ada kegiatan yang mendadak yang mengharuskanku untuk pulang terlambat, bahkan sangat terlambat.  Tidak pernah ada telepon atau whatsapp darinya. Jarang sekali ia whatsapp atau telepon menanyakan sudah sampai mana istrinya ini?, lagi dimana?, kenapa pulang terlambat? dan lain-lain yang menunjukkan perhatiannya padaku. Padahal saat itu semua teman-temanku sudah ditelepon dan di whatsapp suaminya masing-masing.  Akupun jarang memberitahukan padanya bahwa aku akan terlambat pulang. Kenapa? Karena aku berharap ditanyain, di whatsapp atau diteleponnya. Tapi ya begitu, aku jarang mendapatkan perhatian itu. Biasanya sampai di rumah, ia hanya akan bertanya: “Ibu baru pulang?”. Begitu saja, tak lebih, tak kurang.

         Alasan lain adalah kalau diajak ke pasar juga sering tidak mau. Katanya: “Ibu pergi sendiri aja biar lebih leluasa belanjanya.”  Padahal aku ngiri sama tetanggaku yang sering ke pasar berdua suami kalau hari Sabtu atau Minggu. Juga saat aku melakukan hobi joggingku, aku juga melakukannya sendiri. Ia tidak mau menemaniku. Sering sekali ditegur orang: “Kok sendirian Bu?” Hiksss…

         Hal seperti ini terjadi bertahun-tahun. Sering rasa iri mendera. Melihat teman-teman yang punya suami full perhatian. Mereka sebentar-sebentar ditelepon, diwhatsapp, bahkan di video call. “Kayaknya enak punya suami perhatian begitu” batinku selalu. Tapi, karena sudah bertahun-tahun terjadi, aku menjadi terbiasa dan jadi sangat mandiri. Sudah biasa kemana-mana sendiri.

         Tapi pikiranku tentangnya berubah drastis. Pada suatu hari, saat aku baru saja mendapat kenaikan pangkat, aku memandangi kertas berisi Surat Keputusan Kenaikan Pangkat terbaruku itu. Tidak tahu kenapa tiba-tiba aku tercenung. Aku teringat kembali  ribuan hari yang kutempuh untuk mendapatkan apa yang aku lihat di kertas itu. Aku teringat siapa yang selalu ada disampingku untuk melalui saat-saat sulit. Teringat kembali saat malam-malam ia membantuku menyiapkan berkas. Teringat juga saat tengah malam mengendongku ke kamar mandi saat aku sakit. Teringat kembali saat aku sibuk: sibuk bekerja, sibuk berorganisasi, sibuk kuliah lagi, sibuk dengan anak-anak, dan sibuk dengan urusanku tanpa memikirkan bagaimana perasaannya. Ada banyak hari yang membuatku kadang tak sempat membuatkannya kopi. Aku kadang tak sempat memasakkan sarapan untuknya. Aku juga sering tak sempat  untuk memasangkan kancing bajunya yang lepas. Dan tak sedikitpun dia mengeluh atau protes tentang itu. Ya Allah… betapa beruntungnya diriku memiliki seseorang seperti dirinya. 

          Seperti apakah jadinya diriku, seandainya aku mempunyai suami yang sedikit-sedikit telepon dan khawatir semua hal tentangku. Bagaimana rasanya seandainya dia adalah tipe suami yang over protective?. Apa jadinya aku seandainya dia adalah tipe suami yang tidak memperbolehkan istrinya kemana-mana sendiri?  Rasanya aku ragu kalau aku akan jadi perempuan setangguh dan sekuat ini. Aku juga ragu, apa aku bisa menjadi orang yang sama seperti ini, seandainya bukan dia yang ada disampingku?. Mengingat semua itu, tiba-tiba mataku basah….

Tangerang, 8 Oktober 2020

Siti Halimah

 

#30hari AISEIbercerita

#Day2AISEIWritingChallenge

        

Komentar

  1. Subhanallah, Salam untuk suami Ibu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kembali dari suami saya Bapak, sehat-sehat selalu untuk Bapak dan keluarga aamiin

      Hapus
  2. Kita harus mensyukuri apa yg kita miliki. Milik kita itulah yg paling sesuai untuk kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali Ibu, terima kasih sudah mampir...

      Hapus
  3. selalu ada hikmah di balik yg terjadi pada kita ya bu, kita punya kisah yg serupa punya suami yg tidqk romantis namun pasti banyk kebaikan yg dia miliki. mudah2an ya bu, semangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi senasib kita ya Bu, tapi inshaAllah ini yang terbaik yang dipilihkan Allah untuk kita ya Bu aamiin. Salam untuk keluarga ya Ibu ...

      Hapus
  4. Luar biasa, terus menulis bu Halimahh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siaap, terima kasih banyak supportnya ... salam sukses selalu

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL REMPAH-REMPAH

PEMANDANGAN DARI ATAS JEMBATAN BP2IP

BELAJAR ICE BREAKING DARI KAK KUSUMO